layar yang bisu dan tanpa daya menjadi tempat yang tepat untuk tumpahkan semua. objek yang tidak akan pernah jadi subjek. tanpa komplikasi. tanpa kompromi. sesederhana itu.

Friday, April 21, 2006

poligami dan origami

beberapa akhir minggu belakangan saya habiskan dengan menonton film di bioskop. sempat juga saya tonton film Berbagi Suami yang dibuat apik oleh Nia Dinata. meski alurnya terasa lambat, tapi saya senang bisa menonton film itu bersama ibu dan sepupu. selagi menonton dan tertawa, saya dengarkan (dan kadang saya perhatikan ekspresi ibu saya di tengah kegelapan ruang bioskop) suara tawa ibu saya yang renyah. terasa lepas. ah, betapa saya senang menghabiskan waktu dengannya, menyaksikan kebahagiaannya. saya jadi berpikir, apakah ibu juga senang saat melihat saya tertawa, bahagia? semoga.

kami berdua tidak pernah sepakat dalam isu poligami. tapi kami menghargai pendirian masing-masing. menonton Berbagi Suami membuat kami kembali membuka perdebatan. meski kami sepakat untuk tidak sepakat, semua perdebatan panjang kami membuat kami semakin yakin pada pendapat masing-masing. saya pikir seni berdebat mirip dengan seni origami. argumentasi demi argumentasi diajukan untuk mempertanyakan sikap pribadi dan kemudian mematangkannya. seperti setiap lipatan tidaklah merusak kertas, karena secara sistematis lipatan demi lipatan pada akhirnya akan menemukan bentuknya.