BATIK
Saat saya baru saja sampai
Saya akui saya ini sangat ndeso. Udik. Tidak pernah mengikuti berita-berita tanah air kecuali kalau saya benar-benar tidak ada kerjaan. Itu pun paling-paling saya membuka halaman detikhot. Padahal seringkali saya juga tidak mengerti isi berita detikhot karena banyak artis yang tidak saya ketahui wajahnya atau bahkan alasan keartisannya. Maka tidak heran kalau saya pun terbengong-bengong ketika saya tiba di Bandar Djakarta untuk memuaskan keinginan saya makan kepiting saos
Sewaktu saya masuk restoran, saya kaget karena banyak orang mengenakan batik. Keadaan restoran yang ramai dan tempat memilih ikan yang dipenuhi orang, membuat tercetus sebuah pemikiran yang kemudian saya sampaikan dengan penuh keyakinan pada ayah saya. Biasalah, saya ini
“Kayaknya lagi ada acara deh, Pak. Itu orang-orang pada pakai batik. Mungkin ada yang booking restorannya.”
Padahal, dalam hati saya cemas sekali kalau tempat itu benar-benar di-booking, artinya saya harus pindah tempat lain untuk makan kepiting. Padahal perut sudah lapar sekali. Ternyata, di dalam restoran memang sedang ada acara kecil. Tapi tidak semua pengunjung berpakaian Batik di
Keesokan harinya, saya membuat janji makan malam dengan sahabat-sahabat saya di masa SMA dulu. Kebetulan, orang tua salah satu sahabat saya tersebut memiliki usaha restoran. Karena sudah kangen juga dengan masakan ala Tante Ita, kami pun memutuskan makan di rumah makan milik orang tua sahabat saya itu, walaupun Mpel, anak si empunya restoran itu, keberatan kami makan di
Selagi asyik bercerita sambil menikmati sop buntut goreng dan sop iga yang menguras kantong itu (aduh jadi kangen sewaktu Tante Ita belum buka restoran, saya bisa makan semua masakannya dengan gratis…), saya memerhatikan orang-orang yang lalu lalang. Hampir semua pengunjung mengenakan batik. Laki-laki atau perempuan, sama saja. Hanya saja,batik yang dikenakan pengunjung perempuan biasanya berpotongan lebih modern. Tidak lagi ortodok ala batik yang biasa saya kenakan setiap hari Jumat dulu. Setelah saya mengomentari pengujung2 berbatik pada kawan-kawan saya, barulah saya tahu betapa ketinggalan jamannya saya. Rupanya, batik sedang digandrungi kaum muda di
Fenomena batik ini pun membuat saya berpikir. Tentang betapa ndesonya saya. Tentang kagumnya saya pada pemakai batik-batik tersebut. Tentang perbaikan ekonomi para perajin batik di pelosok-pelosok. Tentang kekhawatiran saya kalau-kalau hal ini hanya akan jadi fad saja: suatu tren yang muncul dengan cepat tapi cepat pula menghilang. Tapi pada akhirnya, saya jadi teringat informasi yang diberikan tante saya yang kebetulan seorang pegawai negeri. Bahwasanya, kalau sebelumnya saya hanya harus mengenakan batik di hari Jumat, maka kalau saya kembali nanti, saya harus mengenakan batik tidak hanya di hari Jumat, tapi juga di hari Selasa. Ini artinya, saya harus membeli batik lagi. Maklum, saya
4 Comments:
batik memang perlu dilestarikan.. btw, kalau tertarik u/ menambah baju/kain batik bisa lihat-lihat di Batik Athifa loh..
10:23 PM
the perfect reason to go shopping!!!
12:42 AM
tulisan ringan yang menarik.
10:56 PM
I'm Sonja McDonell, 23, Swiss Airlines Stewardess with 13 oversea towns, very tender with lots of fantasies, also in my wonderful job. I've just read you long stors, wonderful. We lesbian girls have nerves at and in our sensitive body parts in a young age, which so called "normal girls" do not have. This cannot be changed & removed, because the source is deeply stored in some brain cells. Lesbian girls in Indonesia are very shy to admit & realize their hidden desires. sonjamcdonell@yahoo.com
12:47 PM
Post a Comment
<< Home