layar yang bisu dan tanpa daya menjadi tempat yang tepat untuk tumpahkan semua. objek yang tidak akan pernah jadi subjek. tanpa komplikasi. tanpa kompromi. sesederhana itu.

Friday, April 28, 2006

sejak lampu berganti merah

Senyum tersungging di bibir tipis yang berlapis gincu
Diusapnya peluh yang membasahi wajah
Caci maki, cibiran mengejek dan tatapan jijik sudah biasa dihadapinya
Klakson mobil memaksanya menepi
Menunggu di pinggir
Seperti cerita hidupnya selama ini


Dipandanginya lalu lintas
Menatap dengan rasa ingin
Mencicipi kehidupan nyaman di balik kaca-kaca mobil yang nyaman
Sejuk dihembusi udara dari air conditioner
Seandainya saja...


Wajahnya kaku menatap ke muka
Ditulikan telinganya dari tawa kanak-kanak yang terus mengikutinya dari mulut gang tadi
Dilepasnya sepatu murah yang setia menemaninya 3 tahun terakhir
Pemberian sahabatnya yang sedang menunggu ajal
Karma, kata orang


Dibukanya pintu rumah
Pintunya sulit dibuka
Terhalang amplop-amplop yang diselipkan kurir
Tagihan telepon
Listrik
Air
Ah....


Segera ia pergi ke sumur
Menimba sedikit air untuk mencuci kaki, tangan dan wajahnya
Ritual hasil didikan ibunya di masa kecil
Hm, ibu...


Dia masuki kamar dan berganti pakaian
Lalu dihampirinya cermin
Menatap wajah lelahnya sendiri
Bersyukur hari ini ia tidak dirazia

0 Comments:

Post a Comment

<< Home