layar yang bisu dan tanpa daya menjadi tempat yang tepat untuk tumpahkan semua. objek yang tidak akan pernah jadi subjek. tanpa komplikasi. tanpa kompromi. sesederhana itu.

Saturday, April 29, 2006

Ibuku pada suatu saat

Mata perempuan itu berkaca-kaca.
Anak perempuannya telah lama hilang. Pergi meninggalkannya sejak remaja untuk menjalani mimpinya sendiri.

Anak lelakinya sejak muda belia telah terpikat pada kehidupan di jalan dibandingkan meluangkan waktu bersama perempuan tua yang pernah melahirkannya.

Dulu sekali, saat suaminya masih hidup, dialah pusat perhatian dunia. Sejak suaminya mati di tangan matahari pagi yang datang terlalu cepat, hidup tidak lagi menyenangkannya.

Kejandaannya dengan segera menjadi penjara. Perempuan-perempuan menganggapnya saingan, perebut suami orang. Lelaki-lelaki menganggapnya penaklukan berikutnya. Entah tak terhitung banyaknya perempuan dan lelaki yang membencinya. Yang lelaki marah karena bujuk rayunya tak mendapat tanggapan. Yang perempuan marah karena lakinya melirik-lirik genit.

Ditelannya saja semua. Hidup harus berlanjut. Anaknya masih harus tumbuh. Seperti ingin almarhum suaminya.

Tapi hari ini hatinya luka.

Air mata pun akhirnya jatuh. Anak-anaknya datang dan pergi begitu saja. Ia merasa tak lagi berarti.

Hari ini hatinya luka. Teriris kata dan tingkah anaknya sendiri.

Hari ini hatinya luka. Terkenang masa indah bersama suaminya. Dulu sekali.

Hari ini hatinya luka. Sendiri merasainya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home