09.15 - 10.45
I totally treasure this day! hari ini Nandinne sidang skripsi (dan lulus dgn nilai A) jadi bisa ketemu teman-teman. sambil menunggu giliran Nandinne dan sambil pula menunggu jadwal mengajar yang baru akan dimulai pukul 11.30, saya putuskan untuk menikmati secangkir kopi ABC susu dan sepotong donat keju di kantin yang penuh sesak bersama Buncil. setelah bertukar kabar tentang beberapa kawan dekat, akhirnya obrolan bergeser ke soal feminisme (yg dicurigai sebagai hasil konspirasi laki-laki untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. ingat, Freud pernah bilang perbuatan manusia di-drive oleh sexual needs), film-film biru, institusi perkawinan dan nilai-nilai tradisional yang terinternalisasi. senangnya.
salah satu hal yang dibicarakan cukup seru adalah rasa ingin tahu saya yang muncul beberapa tahun lalu (tapi entah mengapa saya belum pernah membawanya ke dalam obrolan hingga hari ini).
saat sedang membuat in-depth reporting, saya memilih untuk membuat laporan tentang kebiasaan menonton film biru. saat sedang mencari bahan di dunia cyber, saya menemukan analisis menarik (saya lupa siapa yg membuat analisis itu). penulisnya merasa bahwa di film-film biru, adegannya didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang tidak masuk akal--kalau tidak langsung ke inti film (yaitu kegiatan persetubuhan yang selalu bisa bikin deg-degan itu). di artikel itu, si penulis memberikan salah satu contoh film biru yang pernah ditontonnya: seorang perempuan dengan pakaian minim berusaha membelah kayu (dalam gerakan-gerakan yang menurutnya sangat lame) di hutan dengan menggunakan sepatu berhak tinggi. ah, tentu saja saya berusaha membayangkan adegan yang tengah digambarkan si penulis. dari situ saya jadi tergelitik. kenapa si tokoh perempuan itu harus pakai sepatu berhak tinggi kalau mau membelah kayu? saya jadi ingat, di beberapa film biru yang pernah saya tonton (dan nikmati? hahaha...) hampir semua aktrisnya mengenakan sepatu berhak tinggi saat aktivitas bertukar cairan tubuh dilakukan. yang menarik, semua pakaian bisa dilucuti (termasuk membuka kaitan bra yang rumit atau pantyhose yang bandel), tapi sepatu yang bisa dengan-mudah-dan-segera dilepas ternyata tetap dipakai sampai sang aktor menggalami ejakulasi. saya jadi berhipotesis yg sebenarnya fetish pada sepatu itu laki-laki. hanya, fetishism itu sudah ditransformasi sedemikian rupa sehingga perempuan dengan sukarela dan senang hati memuaskan kecintaan laki-laki terhadap sepatu berhak tinggi (mungkinkah karena pria tidak kuat menanggung siksa sepatu berhak tinggi dan melemparkan tugas itu pada perempuan? hahaha...). perempuan dikondisikan (lewat beragam media) untuk merasa seksi saat mengenakan sepatu berhak tinggi.
siapa pun boleh tidak setuju, tapi saya punya kecurigaan besar, hahaha...
Buncil punya pendapat yang lebih kontroversial. setelah mendengarkan argumentasi saya, dia pun curiga jangan-jangan high heel shoes itu (yang berhak tipis dan lancip alias stilleto, bukan wedges shoes) adalah perlambang atau simbol (ah, apa kabar kajian budaya?) penis yang pada akhirnya menegaskan pemujaan pada kaum pria. dipakai dan disukai perempuan, bahkan bisa membuat pemakainya merasa seksi. feminin. nah...
ingat, ini kan cuma obrolan sambil menyesap kopi dan menikmati donat keju, jadi boleh saja kalau ada yang menganggap kami berdua sedang beronani, memuaskan diri sambil mengobjektifikasi laki-laki. tapi tolong jangan beri label feminis pada saya (entah Buncil). saya cuma neurotik...
2 Comments:
How about illuminati? Are they real? THEY SHOULD BE! so you guys can orgy with them, freely...cheers
5:43 PM
nama saya David, saya punya banyak sekali coleksi film BF. mungkin ratusan. andaikan bisa berdiskusi bamyak tentang fetish, dan blue film. saya akan ok saja. Justru itu yang gue pingin. Email saya: camp_david4@yahoo.com
thanks
I've been waiting to responding back in my mail.
10:09 PM
Post a Comment
<< Home